√ Inilah 2 Alasan Ibu Hamil Dan Menyusui Boleh Tidak Berpuasa

Inilah 2 Alasan Ibu Hamil Dan Menyusui Boleh Tidak Berpuasa – Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia dimana didalamnya terdapat banyak keistimewaan dan keberkahan. Semua umat Muslim diwajibkan untuk berpuasa tanpa terkecuali.

Dalam pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai golongan orang yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa Ramadhan dan salah satunya adalah wanita hamil dan menyusui. Namun, ada beberapa alasan yang menjadi dasar untuk mengambil cara tidak berpuasa dan harus mengikuti konsekuensinya.

2 Alasan Ibu Hamil Dan Menyusui Boleh Tidak Berpuasa

Wanita hamil dan menyusui boleh untuk tidak berpuasa dan jika mereka memilih untuk tidak berpuasa, apa yang harus dilakukan? Mengganti di waktu lain atau cukup membayar fidyah?

Saat ini sering ditemukan para ibu hamil dan ibu menyusui yang sebenarnya sanggup dan kuat berpuasa tetapi ia memilih untuk tidak berpuasa karena hanya mengetahui bahwa boleh tidak berpuasa jika hamil dan menyusui, Mereka hanya mengetahui bahwa jika mereka tidak berpuasa mereka akan menggantikannya dengan uang sebagai tebusan atau fidyah.

Nah bagaimana penjelasan mengenai hal ini? Tentu sebagai wanita muslimah kita tidak ingin salah kaprah mengenai hal seperti ini apalagi berkaitan dengan ibadah wajib. Perlu dilihat keadaan yang mendasari alasan tidak berpuasa bagi wanita hamil dan menyusui. Alasannya bisa 2 macam dan setiap macam konsekuensinya berbeda.

  1. Sebenarnya ibu hamil dan menyusui kuat untuk berpuasa, tetapi mengkhawatirkan kondisi janin atau bayinya, karena jika berpuasa maka akan membahayakan kondisi janin atau bayinya, maka dalam hal ini boleh tidak berpuasa.
  2. Tidak kuat untuk berpuasa karena lemah fisiknya. Kondisi seperti ini sama seperti orang yang sakit. Dalam keadaan seperti ini boleh tidak berpuasa.

Untuk mengganti puasa yang ditinggalkan, para Ulama berbeda pendapat. Ada yang cukup dengan membayar fidyah saja, ada yang cukup mengqodho saja dan ada yang mengharuskan keduanya sebagai bentuk ihtiyat (kehati-hatian).

Pendapat pertama, Ulama yang mengatakan hanya perlu mengqadha saja tanpa membayar fidyah mengqiyaskan hukumnya kepada orang sakit. Sebab, kondisi wanita hamil dan menyusui yang lemah mirip sekali dengan orang yang sakit. Sedangkan qadha bagi orang yang sakit adalah mengganti puasanya di hari lain di luar Ramadhan. Ulama yang memakai pendapat ini adalah mazhab Hanafi dari Abu Hanifah, Abu Ubaid dan Abu Tsaur. Para ulama ini berdalil dengan firman Allah SWT  dalam surat al-Baqarah ayat : 184 yang artinya”(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain…”

Pendapat kedua, mengatakan bagi wanita hamil dan menyusui cukup dengan membayar fidyah saja. Pendapat ini dipakai di kalangan ulama seperti Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Mereka mengqiyaskan kondisi wanita hamil dan menyusui dengan orang-orang yang lanjut usia atau kalangan mereka yang tidak sanggup melaksanakan puasa. Ulama ini berdalil pada firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat : 184 yang artinya”Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin“.

Dalam Bidayatul Mujtahid disebutkan, kondisi ibu hamil atau orang yang menyusui lebih dekat qiyasnya kepada orang lanjut usia. Jika mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan sebab mengkhawatirkan kondisi dirinya ataupun bayinya, maka harus membayar Fidyah saja tanpa perlu mengqadha puasanya.

Sedangkan pendapat ketiga, wanita hamil dan menyusui yang meninggalkan puasa Ramadhan wajib mengqadha sekaligus membayar fidyah. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Menurut beliau, kondisi wanita hamil dan menyusui serupa dengan orang sakit dan juga orang yang terbebani dalam melakukan puasa. Jadi, Imam Syafi’i menggabungkan dua pendapat di atas. Jika mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka mereka harus membayar qadha puasa dan fidyah juga. Pendapat ini menggabungkan dua dalil dari ayat yang disebutkan diatas.

Dalam Fiqhus Sunnah disebutkan, jika alasan meninggalkan puasa bagi ibu hamil karena khawatir dengan kondisi bayinya, maka ia wajib qadha dan fidyah sekaligus. Namun, jika alasannya tak berpuasa hanya karena mengkhawatirkan dirinya saja, atau dirinya dan juga bayinya, maka ia perlu mengqadha puasa saja tanpa membayar fidyah.

Sedangkan mazhab Maliki punya pendapat lain. Menurutnya, bagi wanita hamil cukup mengqadha saja. Sedangkan bagi wanita yang menyusui harus mengqadha dan membayar fidyah. Mereka berpendapat, kondisi wanita hamil dan menyusui berbeda. Jadi mereka juga dibedakan dari segi hukumnya.

Inilah 2 Alasan Ibu Hamil Dan Menyusui Boleh Tidak Berpuasa

Menurut mazhab Maliki, Wanita hamil lebih dekat diqiyaskan hukumnya kepada orang sakit. Sedangkan wanita menyusui qiyasnya mencakup dua kondisi, yaitu orang sakit sekaligus orang yang terbebani melakukan puasa. Apabila ia tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka ia wajib membayar qadha dan juga fidyah.

Lalu pendapat manakah yang paling kuat? Ulama Indonesia banyak yang mengambil pendapat ketiga sebagai bentuk ihtiyath (kehati-hatian). Bagi mereka yang punya kelapangan waktu dan harta tentu lebih baik bagi mereka untuk menjalankan pendapat yang ketiga. Disamping membayarkan fidyah untuk membantu fakir miskin, juga bisa berpuasa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Nah itulah pembahasan singkat mengenai 2 Alasan Ibu Hamil Dan Menyusui Boleh Tidak Berpuasa. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua. Mohon maaf jika ada kesalahan dan salam ukhuwah 🙂